Alkisah ada seorang minang merantau ke Jakarta.
Ia memulai usahanya dari kecil dan terus bertumbuh hingga
perusahaannya beranak pinak.
Namun, ia tetap menjalankan bisnisnya dengan sangat
sederhana :
Uang masuk di simpan nya di toples, Uang untuk pembayaran
disimpan nya di kaleng biskuit.
Suatu hari, anaknya yang baru lulus sekolah bisnis dari
Harvard University bertanya,
“Ayah ini kuno amat, sih. Bagaimana ayah bisa mengelola
perusahaan dengan cara tradisional seperti itu? Bagaimana Ayah tau keuntungan
perusahaan Ayah?”
Sambil mengunyah sate padang sang Ayah menjawab,
“Anakku, ketika pertama kali Ayah datang ke jakarta, aku tak
punya apa-apa, kecuali baju dan celana yang aku pakai. Sekarang, kakak
pertamamu sudah menjadi pengusaha sukse. Kakak keduamu sudah menjadi Dokter Spesialis
Jantung. Sementara Adikmu masih kuliah di Oxford University. Dan kamu baru
lulus dari salah satu Sekolah Bisnis terbaik di dunia.”
“Aku tau Ayah, Tapi...” sela sang anak,
Ayah pun terus melanjutkan penjelasannya,
“ Aku dan Ibumu setiap tahun Umroh. Kami tinggal di
perumahan mewah. Kami pakai mobil yang bergengsi keluaran terbaru. Perusahaan Ayah
terus bertambah. Perlu kamu catat, Ayah dan Ibumu tidak punya hutang sama
sekali. Jadi, sekarang kamu jumlahkan yang Ayah sebut tadi, kemudian kurangi
dengan jumlah harga baju dan celana ayah dulu, maka itulah keuntungan yang kita
dapat selama ini.......”
[hening]
***
Pesan Moral Dari cerita ini adalah, Jangan pernah
menyepelekan satu aktifitas kecil /sederhana kita, bisa jadi, setidaknya
aktifitas kecil yang kita buat mampu berubah menjadi sebuah efek yang sangat besar bagi kehidupan kita kedepannya.
Sibuklah menjalani hidup anda sebagai seorang Pemain bukan seorang
Komentator kehidupan orang lain. Bila ingin memperoleh sesuatu, kita harus
menjadi pemain, harus menjadi pelakon, harus Action sendiri dan tak bisa/tak
boleh di wakilkan.
Taken From : Makelar Rezeki [@JamilAzZaini]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar